Buku Acara

SEMINAR NASIONAL PENGAJARAN BAHASA DALAM PERSPEKTIF LINTAS BUDAYA

 Auditorium Gedung IV FIB UI
Senin, 22 Mei 2017

 

WAKTU KEGIATAN RUANG
07:30-08:15 Pendaftaran Auditorium Gd.4 (R. 4101)
08:15-08.30 Opening Ceremony

Auditorium Gd.4

(R. 4101)

08:30-10:15 Sesi Plenari 1
Ethic and Emic Approach in Foreign Language Teaching
Prof.Dr. Njaju Jenny Malik, S.S., M.A.(Universitas Indonesia)

Assessing Intercultural Competence: Is it Even Possible?
Santi Budi Lestari, M.A.(Universitas Indonesia)
Auditorium Gd.4 (R. 4101)
10:15-10:30 Kudapan Auditorium Gd.4 (R. 4101)
10:30-11:30 Sesi Paralel 1 R. 4101 R. 4112 R. 4108 R.4217
Skala Implikasional dan Basantara Belanda-Indonesia

 

Sugeng Riyanto dan Wagiati

Penggunaan Prinsip-Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Berbasis Tugas (Task Based) untuk Meningkatkan Kemampuan Bahasa Inggris

Inayanti

Akses Gambar Dalam Linguistik Sistemik Fungsional: Memanfaatkan Foto Galeri Sebagai Media Pembelajaran Otentik

 

Afriliani

Mengenal Budaya Indonesia dalam Program BIPA Yale, Amerika Serikat

 

Esra Nelvi Siagian

  English ‘Immersion’ Programmes  in Islamic  Institutions as Expanding Circles:  Some Lessons from Pesantren

 

Diding Fahrudin

Memperkenalkan Kuliner Khas Tionghoa melalui Pengajaran Bahasa Mandarin

 

Dilah Kencono

Film dalam Pembelajaran Empat Keterampilan Berbahasa Indonesia Mahasiswa BIPA

 

Ilmatus Sa’diyaha’diyah

Penelitian Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (Bipa) Dalam Perspektif Etnografi

Eva Ardiana Indrariani

  Analisis Penggunaan Jedah, Pengisi Jedah, Pengulangan Kata dan Ungkapan Tambahan Pada Keterampilan Berbicara: Studi Kasus Mahasiswa Semester I Universitas X

 

Megawati

Aspek Afektif dalam Pengajaran Bahasa Asing

 

Sonya P. Suganda

Lagu sebagai Materi Otentik untuk Pembelajaran Bahasa Inggris

 

Harumi Manik Ayu Yamin

Latar Belakang Budaya dan Pendidikan pada Gaya Belajar Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Mandarin Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta

Rizky Wardhanini

11:30-12:30 Sesi Paralel 2 R. 4101 R. 4112 R. 4108 R.4217
Upaya Menumbuhkan Kesantunan Berbahasa melalui Pembelajaran Berbasis Customer Service Study Kasus pada Mahasiswa D3 Teknologi Labor Medik Semester IV Stikes Perintis Padang

Nova Mustika

Sistem Kekerabatan Bahasa Dan Budaya Sebagai Prinsip Penyusunan Materi Ajar Bahasa Asing

 

Adi Syahputra Manurung
Agusman 

Pembelajaran Tata Bahasa Jepang Tingkat Madya Dengan Pendekatan Alamiah

 

Fachril Subhandian

Pendekatan Pragmatik dalam Pengajaran Kemahiran Berbicara BIPA

 

Barbara Pesulima

Sukojati Prasnowo

Pengembangan Model Pembelajaran Bahasa Arab Online  Berbasis Learning Management System (LMS) pada Program Studi Sastra Arab Universitas Hasanuddin

 

Yusring Sanusi B.

Rancangan Pengembangan Tes  Menyimak melalui Pendekatan Komunikatif  pada Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) Tingkat Pemula

Dewi Nastiti

Pembelajaran Menyimak Bahasa Jepang Madya:

Penggunaan Bahan Ajar Non Autentik dan Bahan Autentik

 

 

Lea Santiar

Kompetensi Interkultural Di Kampus Regional Polytechnic Institute Techo Sen Takeo, Kamboja: Pengenalan Budaya Indonesia Dan Kamboja

 

Exti Budihastuti

  Metafora dan Pengajaran

 

Hera Meganova Lyra, Cece Sobarna, Fatimah Djajasudarma, Gugun Gunardi

 

Analisis Kontrastif Kata Sifat (Keiyoushi) Bahasa Jepang Dan Bahasa Indonesia Ditinjau Secara Gramatikal Serta Pengajarannya

 

Diana Kartika

Pembelajaran Repetitif Sebagai Strategi Pemerolehan Kemahiran Membaca Dan Menulis Aksara Kanji Bagi Pembelajar Tingkat Madya

 

Himawan  Pratama

Peningkatan Kompetensi Antarbudaya Dalam Pembelajaran Kosakata Bahasa Jerman Melalui Metode Student Centered Learning: Studi Kasus Pada Mata Kuliah Grundkurs Deutsch

Kamelia Gantrisia

Dian Ekawati

Genita Cansrina

12:30-13:30 Makan Siang Auditorium Gd.4 (R. 4101)
13:30-14:30 Sesi Paralel 3 R. 4101 R. 4112 R. 4209  
  Rubrik Penilaian Karangan Mahasiswa PS  Sastra Jerman FIB UI  dan Peserta Kursus Kelas Bahasa Jerman LBI UI

 

Julia Wulandari, Petra D. Ajeng K.R.

Perubahan Paradigma Kelas Kemahiran Berbahasa Jepang Tingkat Madya Program Studi Jepang UI: Laporan Uji Coba, Progress, Dan Hasil

Aldrie Alman Drajat

Kemampuan Memindai Teks Cerita Dalam Pengajaran Bahasa

 

Nanny Sri Lestari

 

Stereotype dalam Pengajaran Bahasa Jerman

 

Felicia Rania Firmansjah

Pengembangan Metode Dan Bahan Pembelajaran I’rab Pada Materi Sintaksis Arab (A’n-Nachwu) Berbasis Transliterasi Arab-Latin

Afnan Arummi, Muhammad Yunus Anis, Abdul Malik

Konteks Kultural  Hoshii ‘ingin’ dan Hoshigatteiru ‘kelihatannya ingin’

 dalam Kalimat Bahasa Jepang

 

Filia

Hubungan Antara Penggunaan Rubrik Penilaian Kemahiran Berbicara (Speaking) dan Latar Belakang Budaya Pelajar: Kajian Komparatif antara Analytic dan Hollistic Marking Scheme

Dian Kurniasih Wahyusari

 

Ungkapan Perasaan Dalam Bahasa Rusia

 

Nia Kurnia Sofiah

14:30-16:15 Sesi Plenari 2

Training Intercultural Competences in Recent Textbooks for Learning German as A Foreign Language

Christian Rabl, M.A. (DAAD)

Aspek Interkultural dalam Pengajaran Bahasa Arab sebagai Bahasa Asing di Indonesia

Dr. Afdol Tharik Wastono, S.S., M.Hum. (Universitas Indonesia)

Auditorium Gd.4 (R. 4101)

 

 16:15 Penutupan

Pembagian sertifikat

Kudapan Sore

 Auditorium Gd.4 (R. 4101)

 


Aspek Interkultural dalam Pengajaran Bahasa Arab sebagai Bahasa Asing di Indonesia

Afdol Tharik Wastono
Program Studi Pascasarjana, Departemen Linguistik
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya – Universitas Indonesia
tharikws@gmail.com

Abstrak

Seperti kita ketahui, berhasil atau tidaknya komunikasi antara seorang penutur asing dengan penutur asli tidak hanya bergantung pada tingkat kompetensinya dalam komponen-komponen linguistik yang diperoleh dari pengajaran bahasa saja. Para pembelajar juga perlu mempunyai pemahaman budaya bahasa sasaran, agar ia dapat memasuki tahap melakukan komunikasi dengan sikap positif mengenai lawan bicara yang budayanya berlainan (Chick, 2009). Tentu saja semua itu hanya mungkin dicapai apabila komponen budaya juga dimasukkan dalam pengajaran bahasa sasaran. Makalah ini mengungkapkan pentingnya peranan pengetahuan dan pemahaman interkultural (antarbudaya) dalam pengajaran bahasa Arab  sebagai bahasa asing bagi pemelajar Indonesia. Di samping mengacu pada kajian pustaka yang membahas pembelajaran bahasa berbasis interkultural, makalah ini juga bertolak dari pengalaman pribadi penulis dalam pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing. Lantas sejauh mana bahasa dan budaya saling mempengaruhi? Bagaimanakah aplikasi budaya dalam pembelajaran bahasa? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan dijawab dalam tulisan ini. Untuk mengetahui penggunaan aspek budaya dalam pengajaran bahasa Arab, sebagai bahasa asing, makalah  ini akan membahas empat hal, yaitu: (1) Peran Budaya dalam Bahasa (2) Kompetensi Interkultural dalam Pembelajaran Bahasa (3) Guru Bahasa, Guru Budaya (4) Interkultural dalam Budaya Bahasa Arab.

Kata kunci: bahasa, budaya, kompetensi interkultural, bahasa Arab

Pengembangan Metode dan Bahan Pembelajaran I’rab pada Materi Sintaksis Arab (A’n-Nachwu) Berbasis Transliterasi Arab-Latin

Afnan Arummi, Muhammad Yunus Anis, Abdul Malik
Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret
afnanarummy85@gmail.com

Abstrak

Dalam pembelajaran ilmu bahasa, metode dan bahan ajar memiliki peranan yang sangat penting untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Untuk itu, pendidik bertanggung jawab untuk berkreasi, mengembangkan, merevolusi atau bahkan menciptakan metode baru beserta bahan pembelajaran yang cocok untuk diterapkan kepada peserta didiknya. Di Indonesia, bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang banyak dipelajari. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak peserta didik yang merasa kesulitan dalam mempelajarinya. Oleh karenanya, tulisan ini bertujuan untuk mencari dan menelusuri metode baru sebagai upaya pengembangan metode serta bahan pembelajaran ilmu bahasa Arab khususnya dalam kajian i’rab (perubahan syakal atau harakat akhir kata) pada materi sintaksis Arab (a’n-nachwu) berbasis transliterasi Arab-Latin. Adapun metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode deskriptif. Sedangkan pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan mengacu pada pedoman transliterasi Arab-Latin Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158 Tahun 1987 Dan Nomor : 0543 B/U/1987.

Kata Kunci: Metode dan Bahan Pembelajaran, I’rab, Transliterasi Arab-Latin

 

Akses Gambar dalam Linguistik Sistemik Fungsional: Memanfaatkan Foto Galeri sebagai Media Pembelajaran Otentik

Afriliani
Universitas Indonesia
Afril.queenzzy@gmail.com

Abstrak

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa gambar adalah atribut dari teks, padahal gambar dan bahasa dapat bekerjasama dalam membuat makna secara keseluruhan. Kress dan van Leeuwen (2006) mengatakan bahwa baik gambar dan bahasa (lisan dan tulisan) bernilai sama. Dalam pembelajaran bahasa inggris di sekolah, siswa diarahkan untuk mampu menulis berbagai jenis teks. Untuk menjawab kebutuhan siswa dalam menulis teks, sumber otentik dimanfaatkan seperti foto galeri. Penggunaan foto galeri pada halaman berita daring dapat memberikan manfaat memandu siswa membuat teks. Dalam makalah ini, saya menyajikan dua cara dalam memanfaatkan gambar untuk membuat teks berdasarkan linguistik sistemik fungsional (Halliday, 1994). Pertama adalah bagaimana gambar dimanfaatkan menjadi beragam bentuk kalimat dengan memperhatikan bentuk proses seperti proses material, mental, relasi, perilaku, dan eksistensial. Kedua adalah memanfaatkan pemilihan gambar dengan mempertimbangkan unsur nilai berita (Kress dan van Leeueen, 2006; Caple, 2013).

Kata Kunci: Menulis teks, Gambar, dan Linguistik Sistemik Fungsional

 

Sistem Kekerabatan Bahasa dan Budaya sebagai Prinsip Penyusunan Materi Ajar Bahasa Asing

Agusman
Adi Syahputra Manurung
Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Malang
agusman1990@yahoo.comadi_putra_manurung@yahoo.co.id

Abstrak

Struktur kekerabatan budaya dan bahasa merupakan aspek yang siginifkan di dalam proses afiliasi di antara dua atau lebih budaya yang dihadapkan dalam konteks cross cultural education. Alasanya ialah kekerabatan di antara bahasa dan budaya merupakan sisi yang menentukan pencapaian pembelajaran cross cultural tersebut secara maksimal. Hal ini berarti bahwa bahasa dan budaya merupakan dua sisi yang berada dalam satu konteks karena sewaktu mempelajari bahasa berarti aspek budaya pun harus diikutkan secara komprehensif. Selain itu, bahasa dan budaya yang memiliki kekerabatan yang dekat tentupembentukancompetence cultural-nya cepat dan maksimal di antara keduanya dan sebaliknya untuk kekerabatan bahasa dan budaya yang jauh akan membutuhkan waktu yang lama. Misalnya, bahasa yang dalam kategori serumpun pasti akan memiliki akselerasi pencapaian competence cultural yang cepat. Katakanlah Bahasa Malaysia dan Bahasa Indonesia akan lebih mudah dipelajari jika dibandingkan dengan bahasa Inggris. Hal ini tidak berarti bahwa sistem kekerabatan yang dikategorikan ‘jauh’ akan mengalami kesulitan misalnya Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia, tetapi hal ini bertujuan untuk memetakan sistem kekerabatan bahasa dan budaya dengan tujuan khusus mengidentifikasi fitur-fitur (internal-eksternal) bahasa dan budaya sebagai prinsip penyusunan berbagai bentuk materi ajar bahkan berbagai perumusan strategi pengajarannya. Dalam hal ini, sebagai contoh Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris sebelum berada dalam garis linier pendidikan cross cultural, terlebih dahulu melakukan berbagai kajian terkait dengan sistem kekerabatan dan penentuan fitur-fitur (internal-eksternal) kedua bahasa dan budaya tersebut yang kemudian menjadi patokan dalam perumusan berbagai materi ajar dan strategi. Secara tidak langsung hal ini mengantisipasi kemungkinan terjadinya persinggungan konsep ‘privasi’ terhadap bahasa dan budaya yang hendak berafiliasi. Mengingat bahwa dunia ialah perwujudan heterogenitas bahasa dan budaya yang berada dalam satu horizon yang utuh lantas tidak akan memecah-belah bahkan merendahkan suatu bahasa dan budaya yang lain. Secara fungsional sistem kekerabatan bahasa dan budaya akan memberikan pemahaman berupa rekonstruksi asal-usul bahasa dan budaya yang secara tidak langsung mengekspresikan sekaligus meneguhkan rasa kebersamaan sosial (social solidarity) dan membentuk conciousnessdalam mereproduksi dan mentransformasikan berbagai tindakan sosial. Dengan demikian, sistem kekerabatan bahasa dan budaya dapat menjadi satu prinsip dalam menumbuhkembangkan social solidarity dan membentuk conciousness sehingga term paham multikulturalisme secara umum dan pendidikan berbasis cross cultural secara khusus dapat tercapai secara maksimal dalam competence cultural yang komprehensif untuk diaktualisasikan melalui performance yang kontekstual di ranah heterogenitas kehidupan berbahasa dan berbudaya.

Kata Kunci : Sistem Kekerabatan, Bahasa dan Budaya.

 

Perubahan Paradigma Kelas Kemahiran Berbahasa Jepang Tingkat Madya Program Studi Jepang UI: Laporan Uji Coba, Progress, dan Hasil

Aldrie Alman Drajat

FIB UI

aldriead@gmail.com

Abstrak

The Japan Foundation telah membuat standar baru dalam pengukuran kemampuan berbahasa Jepang orang asing pembelajar bahasa Jepang yang dinamakan JF Standard. Standardisasi evaluasi bahasa JF Standard beracu pada paradigma tes bahasa berbasis CEFR. Untuk menghadapi JF Standard, Program Studi Jepang FIB UI telah mencoba untuk memfasilitasi mahasiswa peserta MK Bahasa Jepang VI dengan paradigma baru, yakni sesi pembacaan teks media massa dan audiovisual yang dijadikan sebagai bahan diskusi kritis dan presentasi dengan bahasa Jepang. Tulisan ini memaparkan metode, progress, dan hasil yang dicapai dari uji coba paradigma baru tersebut. Secara garis besar, ditemukan hasil sementara yang menunjukkan bahwa mahasiswa semester 6 Program Studi Jepang UI pada umumnya belum bisa memahami teks media massa dan diskusi secara spontan. Sesi pembacaan spontan teks media massa dan audiovisual menjadi sesi pembahasan teks yang masih harus dipandu oleh pengajar. Sesi presentasi dan diskusi belum mencapai target, yakni memaparkan pendapat kritis atas suatu isu dengan bahasa Jepang. Hal tersebut diduga karena paradigma kelas kemahiran berbahasa Jepang masih sangat terbiasa dengan standar JLPT yang sama sekali tidak mengevaluasi kemampuan produksi bahasa. Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan untuk mengganti bahan ajar menjadi bahan-bahan ajar yang disusun berdasarkan JF Standard untuk kurikulum baru 2017.

Kata kunci: JF Standard, Evaluasi, Pengajaran Bahasa Jepang

 

Penerapan Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa Asing melalui Kegiatan Menyimak dengan Menggunakan Media Aplikasi Whatsapp

Anggia Tendiami

Program Pascasarjana Ilmu Linguistik Jurusan Pengajaran Bahasa, Universitas Indonesia

anggia.tendiami@gmail.com

Abstrak

 

Menyimak merupakan satu dari empat keterampilan yang diajarkan kepada pelajar dalam proses pembelajaran bahasa asing. Namun demikian kegiatan menyimak di dalam kelas seringkali menimbulkan rasa bosan bagi pelajar bahasa asing karena kerap dilakukan dengan teknik yang kurang menarik. Selain itu interaksi antar pelajar juga agaknya dinilai terabaikan ketika melakukan kegiatan menyimak tersebut. Makalah ini menjelaskan dan mendeskripsikan bagaimana pendekatan komunikatif diterapkan dalam proses pembelajaran bahasa asing yang dilakukan melalui kegiatan menyimak dengan menggunakan alat bantu media sosial dalam hal ini Aplikasi WhatsApp, dengan tujuan agar pelajar tidak merasa bosan ketika mengerjakan aktivitas di dalam kelas dan memungkinkan adanya interaksi antar pelajar. Penerapan metode ini dilaksanakan di kelas pelajar bahasa asing tingkat dasar dan menggunakan materi yang terdapat di dalam buku pelajaran mereka. Selain itu, pengajar juga ikut serta dalam kegiatan dan berperan untuk memonitor serta memberi tanggapan terhadap hasil dari kegiatan menyimak tersebut. Dengan menerapkan pendekatan komunikatif dalam kegiatan menyimak ini, diharapkan dapat tercipta suasana belajar yang lebih menarik dan pelajar dapat saling berinteraksi di dalamnya, sehingga selain mampu meningkatkan keterampilan menyimak mereka juga dapat mengembangkan kompetensi komunikatif mereka.

 

Kata kunci: pendekatan komunikatif, menyimak, interaksi pelajar, kompetensi komunikatif

 

Materi Otentik dan Evaluasinya dalam Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing: Studi Kasus di Beijing, Jerman, dan Guilin

Apriliya Dwi Prihatiningtyas

Universitas Darma Persada, Jakarta

liya_moudiva@ymail.com

Abstrak

Penggunaan materi dalam pengajaran bahasa asing tingkat tertentu sebagian besar menggunakan materi rekaan atau rekayasa sesuai kebutuhan pembelajarnya. Materi ini biasanya disusun bertahap berdasarkan tingkat kesulitan. Penggunaan materi yang seperti ini sangat lazim digunakan di mana pun saat belajar bahasa asing apa pun. Pasar banyak menyediakan beragam materi yang disusun terorganisir seperti ini. Dalam kondisi tertentu, materi ini sangat membantu para pengajar. Seiring perkembangan zaman beserta tuntutan belajar bahasa asing yang semakin beragam, penggunaan materi otentik mulai populer di kalangan pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing. Apabila pengajaran bahasa Indonesia ini diselenggarakan di Indonesia, masalah dalam pemilihan materi otentik dapat diperkecil karena demikian beragamnya materi tersebut dalam keseharian yang dapat ditemui di mana pun seperti pengumuman, peringatan, rambu lalu lintas, petunjuk pemakaian dan sebagainya. Dan pembuatan materi tes tentunya tidak mengalami banyak kendala karena banyak situasi nyata yang bisa dikondisikan. Namun apabila materi otentik digunakan di luar lokasi bahasa tersebut digunakan, akan muncul peluang berhasil, atau berhasil sebagian, atau gagal dalam proses pengevaluasiannya. Bentuk materi tes yang digunakan tentunya berbeda dengan saat bahasa Indonesia diajarkan di Indonesia. Apa dan bagaimana materi otentik digunakan dan pembuatan materi tes yang sesuai dapat menjadi bahan pengetahuan, bandingan bahkan bagi pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing. Pengalaman mengajar bahasa Indonesia di Beijing, Guilin dan Jerman ini diyakini dapat memberi wawasan bagi para pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing.

 

Kata kunci: materi otentik, pembelajaran, materi tes, tingkat keberhasilan.

 

Kesadaran Metalinguistik Pengajar dalam Pengajaran BIPA

Atin Fitriana

Kartika Kusworatri

BIPA FIB UI

Abstrak

Dalam mengajar bahasa asing, seorang pengajar tidak hanya mengajarkan bagaimana bahasa tersebut digunakan, tapi juga memberikan pengetahuan yang berkaitan dengan mekanisme di balik penggunaan bahasa (metalinguistik awareness). Oleh karena itu, pengajar mau tidak mau juga harus mempunyai kesadaran metalinguistik terhadap bahasa yang diajarkan. Dalam konteks pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing, selain kemahiran berbahasa yang diajarkan, aspek ketatabahasaan juga sangat diperlukan. Kesadaran metalinguistik seorang pengajar sangat dibutuhkan pada aspek ketatabahasaan, khususnya pada gejala-gejala bahasa yang sulit dijelaskan hanya berdasarkan unsur gramatikal. Salah satu contoh gejala bahasa yang menimbulkan pertanyaan bagi para pembelajar asing, yaitu adanya frasa verbal “mengejar ketertingalan”. Frasa tersebut tidak bisa dijelaskan hanya berdasarkan fungsi sintaksisnya saja. Permasalahan tersebut memerlukan penanganan yang berbeda, dibandingkan dengan frasa verbal lain yang tidak memiliki gejala disambiguitas.

Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah menemukan strategi yang sesuai untuk mengatasi permasalahan pengajar dalam menjelaskan gejala bahasa serupa. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu semantik kognitif untuk menjelaskan fenomena bahasa dari aspek linguistik dan metalinguistic awareness dari aspek pedagogi. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan model pendekatan lain dalam pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing, terutama pada aspek pengajaran tata bahasa.

Kata kunci:  tata bahasa, BIPA, metalinguistic awareness, semantik kognitif

 

 

Pendekatan Pragmatik dalam Pengajaran Kemahiran Berbicara BIPA

Barbara Pesulima (barbara.pesulima@gmail.com)

Sukojati Prasnowo (sprasnowo@gmail.com)

 

Abstrak

 

Pengajaran berbicara dalam program Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) dilakukan berdasarkan tingkatan kemampuan peserta. Dalam tingkatan itu, para peserta diajarkan berbicara dengan struktur, intonasi, dan prosidi bahasa Indonesia yang tepat (baca: sebagaimana orang Indonesia berbicara). Meski begitu, ada beberapa hal yang terkadang luput untuk diajarkan kepada para peserta: Bagaimana cara berbicara dengan sopan? Bagaimana cara berbasa-basi? Seperti apa pemaknaan kalimat (fungsi komunikatif-nya)? Seperti apa bentuk kesantunan bahasa Indonesia?

Beberapa hal tersebut dapat diajarkan kepada peserta dengan pendekatan pragmatik. Meski begitu, bentuk pengajarannya tidak teoretis. Para peserta diajarkan berbicara dengan pendekatan pragmatis bahasa Indonesia secara praktis. Dalam tingkatan tertentu, misalnya tingkat menengah dan mahir, peserta BIPA dalam mempelajari konsep-konsep berbicara dalam bahasa Indonesia dengan sopan, santun, mampu berbasa-basi, dan komunikatif. Dengan begitu, para peserta BIPA dapat berkomunikasi secara baik dan tepat dengan penutur jati bahasa Indonesia. Dengan kemampuan ini (intercultural competence), peserta BIPA dapat menjalin komunikasi antarbudaya dengan orang Indonesia.

 

Kata Kunci: pragmatik, budaya, berbicara, bipa, intercultural competence

 

 

Training Intercultural Competences in Recent Textbooks for Learning German as A Foreign Language

Christian Rabl

DAAD Lektor, Universitas Indonesia

 

Abstrak

 

This presentation examines how some textbooks for intermediary learners of German language train intercultural competences and discusses the notion of the authenticity of sources and materials. Starting from a definition of intercultural competences as a bundle of cognitive, communicative and affective competences, the selected textbooks are then examined along guiding questions such as these: Is the training of intercultural competences an explicit objective of the textbooks in question?, To what degree are cognitive, communicative and affective intercultural competences respectively trained? , What methodes and exercises are used?, How do these relate to or differ from methods/exercises used in intercultural training sessions?, What cultural theories do the text books refer to or draw from?, What kind of material (dialogues, information texts, pictures, videos,…) is used to sensitize foreign learners of German to the reflection of cultural peculiarities attributed to Germans and and to the reflection of possible cultural differences?

After identifying ‘gaps’, i.e. competences, strategies, topics and materials dealt with to a lesser degree in the examined textbooks, an attempt is made at formulating criteria for the use of additional material to train intercultural competences. Of particular interest within this context is the question of the ‘authenticity’ of materials and sources which are selected for use in language classes. By looking at both conceptual and context-specific problems regarding the use of ‘authentic’ material within language teaching and learning, the term and its practical implications shall be put up for discussion.

 

Penyusunan dan Evaluasi Rubrik Penilaian Menulis Teks Cerpen pada siswa

kelas VII SMP dengan kurikulum 2013

Delia Paramita-Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Bahasa

Universitas Negeri Jakarta

delia.jauharoh@gmail.com

 

Abstrak

 

Evaluasi rubrik penilaian merupakan hal yang penting dalam pembelajaran baik di sekolah, perguruan tinggi maupun pada pendidikan non-formal. Dari Evaluasi rubrik penilaian tersebut guru dapat melakukan penilaian terhadap siswa-siswa yang diajarkannya. Rubrik penilaian yang dilakukan harus melalui validitas dan reliabilitas. Berbagai jenis rubrik penilaian disusun oleh guru untuk mengetahui keberhasilan yang dicapai oleh siswa. Jadi, rubrik penilaian harus disiapkan oleh seorang guru sebelum melakukan pembelajaran di kelas. Rubrik penilaian dapat diturunkan dari tujuan dan indikator yang telah disusun oleh guru berdasarkan materi yang akan diajarkan. Jika rubrik penilaian yang disusun oleh guru sudah benar atau sudah valid dan reliable maka rubrik penilaian tersebut dapat digunakan di mana pun dan kapan pun. Kalau pun memiliki perbedaan, hasilnya tidak jauh berbeda. Jika rubrik penilaian yang disusun sudah benar maka rubrik penilaian tersebut yang diturunkan dari instrumen dapat dijadikan acuan dalam penilaian siswa untuk menentukan keberhasilan belajar siswa. Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah rubrik penilaian menulis teks cerpen pada kelas VII SMP dengan kurikulum 2013.

Kata Kunci : Rubrik Penilaian, Teks Cerpen, dan Kurikulum 2013

 

Rancangan Pengembangan Tes  Menyimak melalui Pendekatan Komunikatif  pada Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) Tingkat Pemula

 

Dewi Nastiti Lestariningsih

Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

dnastitilestari@gmail.com

 

Abstrak

 

Dalam kehidupan sehari-hari pemenuhan kebutuhan manusia untuk bisa bertahan hidup, berinteraksi, atau bersosialisasi dengan masyarakat tidak terlepas dari kelancarannya dalam berkomunikasi. Hal yang sama dirasakan oleh siswa BIPA tingkat pemula saat mereka datang dan belajar di Indonesia. Apabila mereka mendapat hambatan dalam proses komunikasi maka pemenuhan kebutuhannya akan terganggu. Untuk menjawab tantangan  dalam proses komunikasi tersebut, diperlukan suatu kecakapan hidup (life skill). Dengan adanya kecakapan hidup yang dimiliki para siswa maka mereka sudah memiliki bekal untuk proaktif dan kreatif dalam mencari tahu masalah yang dihadapi serta dapat menemukan solusi yang tepat.

Kajian ini difokuskan pada rancangan pengembangan evaluasi berupa tes menyimak melalui pendekatan komunikatif bagi siswa BIPA tingkat pemula.Tujuan kajian ini untuk mengetahui kebutuhan siswa BIPA dalam keterampilan menyimak dan menyusun tes menyimak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Berdasarkan hasil pengamatan, kebutuhan pemelajar BIPA jenjang pemula terkait dengan aspek sintas adalah menyangkut pemberian informasi, penemuan informasi, dan penyusunan informasi. Selanjutnya berdasarkan validator isi untuk evaluasi, bentuk tes pada pemelajar BIPA jenjang pemula sudah menunjukkan bentuk yang memperlihatkan kesadaran berkomunikasi untuk kepentingan personal di tempat umum. Dengan kata lain, identifikasi soal sudah berdasarkan pada aspek kesintasan.

 

Kata  kunci: tes menyimak, komunikatif, kecakapan hidup, BIPA tingkat pemula

 

Hubungan antara Penggunaan Rubrik Penilaian Kemahiran Berbicara (Speaking) dan Latar Belakang Budaya Pelajar: Kajian Komparatif antara Analytic dan Hollistic Marking Scheme

Dian Kurniasih Wahyusari

Universitas Indonesia

diankurniasih0713@gmail.com

Abstrak

Dalam mempelajari sebuah bahasa asing baru, seorang pelajar bahasa sangat berkemungkinan untuk mengalami berbagai kendala linguistik seperti pelafalan, ejaan, maupun logat/aksen. Di sisi lain, seorang pengajar bahasa dewasa ini dituntut untuk mampu mengases kemahiran berbicara pelajar secara adil (fair), absah (valid), Otentik (Authentic), andal (reliable), serta praktis (practical). Karenanya, penggunaan rubrik dalam mengases pencapaian siswa (terutama pada kemahiran berbiacara) mulai dianggap krusial dan penting terutama bagi kelas Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing (English as a Foreign Language) seperti di Indonesia dan Vietnam. Untuk itu, artikel ini ditulis demi mengkaji hubungan penggunaan rubrik penilaian kemahiran berbicara dan latar belakang budaya pelajar dengan menitikberatkan hanya pada pembahasan Analytic yakni sebagai sebuah rubrik penilaian yang menghasilkan lebih dari satu skor atas kemahiran berbicara pelajar; dan Holistic Marking Scheme yang merupakan penilaian yang hanya memiliki nilai atau skor tunggal (one single scoring) dan tidak disertai acuan lanjutan dalam penggunaanya. Hasilnya, terlepas dari keunggulan Analytic Marking Schemes yang bisa dipastikan memenuhi tigas aspek penilaian (validity, reliability, fairness bahkan authenticity), namun rubrik penilaian jenis ini juga bisa merugikan pelajar jika digunakan tidak tepat pada level profisiensi mereka. Selain itu, rubrik ini juga sulit untuk diaplikasikan karena akan memakan waktu dan biaya karena sebaiknya disediakan Pelatihan atau Lokakarya bagi para pengajar dalam menggunakannya. Sebaliknya, terkait dengan permasalahan latar belakang budaya seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya, rubrik Holistic ini dirasa lebih tepat untuk dipakai bagi pelajar EFL. Penyebabnya, rubrik ini tidak menuntut adanya aksen ataupun logat yang harus ditiru oleh pelajar hingga menyerupai si penutur jati (dalam kasus ini native speaker of english). Sehingga, pelajar dengan level profisiensi tertentu (sebut saja beginner dan intermediate) dapat diases sesuai dengan tingkat kemahiran mereka. Disamping itu juga, penggunaan Rubrik Holistic ini diklaim memiliki aspek kepraktisan (practicality) yang sangat baik. Serta dalam kajian ini, terbukti memiliki aspek fairness yang tak kalah baiknya dengan Rubrik Analytic.

 

Analisis Konstratif Kata Sifat (Keiyoushi)

Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia Ditinjau Secara Gramatikal

serta Pengajarannya

Diana Kartika

Jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Bung Hatta

diana.kartika67@gmail.com

 

Abstrak

 

Penelitian ini berfokus terhadap kata sifat dalam bahasa Jepang dengan bahasa Indonesia. Kedua bentuk kata sifat tersebut dibandingkan dan dianalisis perbedaannya dan dicari persamaannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik analisis isi yang terdiri dari kata sifat bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Contoh dibuat oleh penulis sendiri dengan mempertimbangkan tingkat keberterimaan secara umum dengan merujuk kepada buku Essential Japanese Grammar karangan Tanimori dan Sato dan buku Tata Bahasa Dasar Bahasa Indonesia karangan Effendi, dkk. Hasil dari penelitian ini adalah kata sifat dalam Bahasa Jepang dibagi menjadi 2 golongan.yaitu kata sifat I yang berakhiran dengan i (i-keiyoushi ) dan kata sifat II yang berakhiran na (na-keiyoushi ), sedangkan dalam bahasa Indonesia kata sifat berdasarkan jenis kata dan bentuk kata itu sendiri. Kata sifat dalam bahasa Jepang juga mengalami perubahan wujud (konjugasi) dari bentuk kamus menjadi bentuk-bentuk seperti negatif, pemberi-keterangan, bersyarat, penghubung, dan lain-lain tergantung pada kata yang mengikutinya dan fungsi-fungsinya dalam kalimat.. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata sifat tidak memiliki konjugasi bentuk positif atau negatif bentuk sekarang dan bentuk lampau. Persamaan kata sifat bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Kedua kata sifat tersebut sama-sama memiliki kata sifat dasar dan kata sifat turunan.

 

Kata Kunci: kata sifat bahasa Jepang, kata sifat bahasa Indonesia, kontrastif.

 

 

English ‘Immersion’ Programmes  In Islamic  Institutions As Expanding Circles:  Some Lessons From Pesantren

Diding Fahrudin

Linguistics Department

FIB – UI Depok

Abstrak

 

Immersion is usually related to learning a foreign language in its site. Learning English in an immersion programme means to learn the language in the place in which English is spoken by its native speakers for their daily communication in the inner circles. Many  pesantren institutions  in Indonesia as a  part of the extending circles have practiced some kind of immersion programmes with the consideration of intercultural flows which oblige their santris to use English in their daily life by practising several language activities in their daily life in the two-week period each month. Using the Contextualized Language Instructions Appoach, this paper qualitatively disusses such activities with some carroct-and-stick policies and has found that these activities have made their santris significantly improve their English performance and self-confidence despite some typical non-native English inapproproiateness. In addition, this paper present some proposed activities for further improvements.

 

Key words:  immerson, daily communication, inner-circles, extending circles,  santris, intercultural flows, Contextualized Language Instruction, carroct-and-stick polices, performance, inappropriateness.

 

Memperkenalkan Kuliner Khas Tionghoa Melalui Pengajaran Bahasa Mandarin

Dilah Kencono

Universitas Indonesia

dkencono@gmail.com

Abstrak

 

Kuliner memiliki posisi penting dalam kehidupan orang Tiongkok. Hal ini dapat terlihat dari sejarah makanan di Tiongkok sejak jaman dinasti. Makanan tertentu seringkali dikaitkan dengan perayaan atau peristiwa tertentu. Makanan memiliki banyak makna simbolis; menunjukkan hubungan antara manusia dengan lingkungan, manusia dengan manusia, dan dengan hal-hal dipercayainya. Kuliner khas Tionghoa sangat beragam.

 

Dengan cara memperkenalkan nama-nama makanan atau minuman dalam Bahasa Mandarin kepada pembelajar secara langsung, maka hal ini akan mempermudah pembelajar dalam mengingat apa yang dipelajarinya. Hal ini sejalan dengan Metode Langsung (Direct Method), yang menghadapkan pembelajar secara langsung pada hal apa yang berhubungan dengan bahasa yang dipelajarinya. Pembelajar tidak hanya mempelajari makna secara semantis saja, namun juga akan mempelajari makna pragmatis yang terdapat pada nama makanan atau minuman. Hal ini penting agar tidak terjadi hal-hal yang memalukan ketika berkomunikasi.

 

Kata kunci: kuliner, Bahasa Mandarin, Metode Langsung( Direct Method)

 

Mengenal Budaya Indonesia dalam Program BIPA Yale Amerika Serikat

 

Esra Nelvi Siagian

Pusat Pembinaan

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun

esranelvi@yahoo.co.id

Abstrak

 

Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) telah diajarkan di berbagai lembaga penyelenggara baik di dalam maupun di luar negeri. Pelajar BIPA adalah pelajar asing yang memiliki latar belakang bahasa dan budaya yang berbeda dengan Indonesia. Komponen budaya sering diperdebatkan oleh para pengajar apakah perlu diajarkan atau tidak atau cukup dikenalkan sekilas saja. Sedangkan dalam pengajaran bahasa asing, perbedaan linguistik dan sosiokultural dari bahasa pertama dengan bahasa target menjadi akar permasalahan. Penggunaan materi otentik yang berhubungan dengan budaya Indonesia akan membantu pembelajaran yang belum mengenal bahasa target sama sekali. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan studi kasus di Universitas Yale, New Haven, Connecticut, Amerika, pada Kelas Musim Gugur tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan komponem budaya dapat memperlancar bahasa Indonesia, seperti pengenalan 1) musik Indonesia, 2) makanan Indonesia, 3) batik, 4) penutur jati (interaksi langsung).

 

Kata kunci: budaya Indonesia, program BIPA, BIPA

 

Penelitian Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA)

dalam Perspektif Etnografi

 

Eva Ardiana Indrariani

Universitas PGRI Semarang

eva.ardiana@ymail.com

Abstrak

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah berlaku sejak 2016. Era ini telah menyebabkan bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa penting di dunia. Banyak orang asing berminat untuk mempelajari bahasa Indonesia sebagai alat untuk mencapai berbagai tujuan. Banyak lembaga menyelenggarakan program bahasa Indonesia sebagai bahasa asing (BIPA), baik di Indonesia maupun di luar negeri. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing untuk berbagai kepentingan komunikasi tidak mudah tercapai karena dalam proses interaksinya terdapat banyak permasalahan. Etnografi komunikasi mengkombinasikan pandangan antropologi dan sosiologi dalam studi perilaku komunikatif sesuai dengan konteks budaya. Perspektif ini penting untuk studi pembelajaran bahasa asing karena seorang peneliti tidak hanya mendefinisikan apa yang harus dipelajari penutur asing sewaktu mereka disosialisasikan ke dalam suatu bahasa dan budaya baru, tetapi juga menyediakan cara menghubungkan pemerolehan bahasa asing dengan proses pembudayaan.

 

Kata kunci: penelitian, bipa, etnografi

 

Kompetensi Interkultural di Kampus Regional Polytechnic Institute Techno Sen Takeo, Kamboja: Pengenalan Budaya Indonesia dan Kamboja

Exti Budihastuti

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Extibm_27@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menjelaskan kompetensi interkultural yang terjadi di kampus Regional Polytechnic Institute Techno Sen (RPITS) Takeo pada Maret-Juni 2016. Takeo terletak delapan puluh lima kilometer dari Phnom Penh, ibukota Kamboja. Masyarakat Takeo, khususnya warga Kampus RPITS Takeo, belum mengenal Indonesia. Penelitian ini mengunakan konsep  intercultural competence dari Kramsch 1993, dalam Liddicoat (2004:20-21) dan Bennet, Allen (2003: 237-270). Liddicoat menyatakan bahwa setiap kali  bahasa digunakan secara bersamaan pula budaya dipraktikkan. Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengamatan dan studi pustaka. Responden yang  diamati adalah 20 mahasiswa, 6 dosen, dan 1 tata usaha. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah  dilakukan pengamatan selama empat bulan, mahasiswa, dosen, dan tata usaha telah terjadi kompetensi interkultural dan dapat mengenalkan budayanya serta mengenali budaya Indonesia menggunakan bahasa yang komunikatif.

 

Kata Kunci: bahasa komunikatif, kompetensi interkultural, kampus RPITS Takeo

 

Stereotype dalam Pengajaran Bahasa Jerman

Felicia Rania Firmansjah

raniafelicia@gmail.com

Abstrak

Proses pengajaran bahasa asing pada umumnya memiliki unsur kebudayaan. Misalnya dalam  materi pengajaran bahasa Jerman, para pembelajar tidak hanya mempelajari bahasa Jerman secara komunikatif melainkan juga belajar tentang kebudayaannya.

Pengajaran ilmu kebudayaan dalam bahasa Jerman sebaiknya tidak diberikan secara eksplisit melainkan terintregasi dengan materi kemahiran berbahasa asing yaitu melalui proses pengajaran menulis, membaca, mendengar dan berbicara. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pembentukan stereotype terhadap para pembelajar bahasa asing.

Oleh karena itu penelitian dengan pendekatan kebudayaan seperti ini dapat menarik perhatian pembelajar bahasa asing tidak hanya dari sisi struktur bahasa melainkan juga dari sisi pragmatis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa salah satu contoh materi pengajaran  dalam bahasa Jerman sebagai bagian dari pengajaran kebudayaan tersebut.

Penelitian ini menggunakan data dalam bentuk video mengenai kebudayaan negara Jerman yang telah menjadi stereotype di mata orang asing bersumber dari website Goethe Institut. Materi dalam video tersebut berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam buku pengajaran bahasa Jerman sebagai bahasa asing. Misalnya materi tentang sepakbola, keuangan dan mentalitas.

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh para pengajar bahasa Jerman sebagai bahan evaluasi bagaimana menjadikan kebudayaan Jerman sebagai topik dalam pengajaran bahasa Jerman, tanpa menjadikan materi tersebut sebagai sebuah stereotype yang ditanamkan kepada para pembelajar bahasa Jerman itu sendiri. Selain mempersiapkan materi pengajaran yang sesuai dengan target pengajar bahasa Jerman sebagai bahasa asing, dibutuhkan juga persiapan secara teknis karena materi yang digunakan adalah materi dalam bentuk digital. Akhir penelitian ini menjabarkan kelebihan dan kekurangan metode pengajaran yang menggunakan video interaktif yang menyampaikan kebudayaan dalam pengajaran bahasa asing.

Kata kunci: stereotype, pembelajaran, bahasa asing, kebudayaan, media digital

 

Konteks Kultural  Hoshii ‘ingin’ dan Hoshigatteiru ‘kelihatannya ingin’

 dalam Kalimat Bahasa Jepang

Filia

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB)

Universitas Indonesia

Abstrak

 

This paper examines a cultural context that found in Japanese words hoshii ‘want’ and hoshigatteiru ‘wants’. The data are collected from sentences that made by students who are learning Japanese in intermediate level. The sentences collected from assessment  (Japanese Level Four/Intermediate Japanese). The reason for selecting the data are: (i) the sentences are not edited, (ii) the senteces vary so the contexts obtained are various. The cultural context which is reflected in the Japanese sentences can be seen in: (i) the construction of sentences, and (ii) the point of view of writers.  Intercultural competence becomes an important part in language teaching, then this concept should be included in the test or assessment of language as an integral part in language teaching.

Keywords: Japanese, Intermediate, assessment, sentences, cultural context

 

Pengajaran Tata Bahasa Bahasa Jepang Tingkat Madya dengan Pendekatan Alamiah

Fachril Subhandian

Program Studi Jepang

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

fachril.subhandian@gmail.com

Abstrak

Salah satu cakupan materi pembelajaran bahasa Jepang adalah pembelajaran tata bahasa. Pembelajaran tata bahasa merupakan bagian dari pembekalan kemampuan dan pengetahuan kebahasaan yang paling mendasar. Pada pembelajaran tata bahasa Jepang tingkat madya, pola kalimat yang dipelajari lebih menitikberatkan pada substitusi dan sinonimi kosakata berupa pemarkah gramatikal, konjungsi, dan adverbia yang sudah dipelajari pada bahasa Jepang tingkat dasar yang disesuaikan dengan konteks dan ragam tertentu. Kemiripan makna dan fungsi pada kosakata serta pola kalimat yang dipelajari dalam tingkat madya menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan pembelajar mengalami kesulitan saat mengidentifikasi dan memproduksi bahasa.

Oleh karena adanya faktor di atas, pengajar perlu memikirkan metode pengajaran yang dapat membantu pembelajar mempelajari tata bahasa pada tingkat madya. Salah satu cara yang dilaksanakan pengajar adalah dengan pendekatan alamiah atau langsung. Pengajar sebelumnya menjelaskan pemakaian pola kalimat yang disesuaikan dengan ragam tertentu beserta aturannya lalu memberikan sejumlah contoh kalimat sebagai pembanding sehingga pembelajar diharapkan dapat mengidentifikasi pola kalimat dengan membandingkan sinonimi dalam sebuah kalimat. Pendekatan ini telah diujicobakan kepada mahasiswa mata kuliah Bahasa Jepang VI Semester Genap 2016/2017 Program studi Jepang FIB UI. Materi penilaian yang digunakan adalah tes berkala dan ujian tengah semester. Pengaplikasian metode ini dilaksanakan sebagai evaluasi terhadap kegiatan pengajaran tata bahasa.

Kata kunci :     tata bahasa, pendekatan alamiah, pemerolehan bahasa, identifikasi

 

Lagu sebagai Materi Otentik untuk Pembelajaran Bahasa Inggris

Harumi Manik Ayu Yamin

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

Abstrak

 

Lagu memiliki daya tarik universal yang menghubungkan semua budaya dan bahasa. Selain berpotensi membuat pelajaran menjadi menarik dan menyenangkan, lagu sebagai materi otentik sangat serba guna dan dapat dikembangkan menjadi beragam kegiatan pembelajaran. Sebagai produk budaya, lagu juga dapat digunakan untuk memperkenalkan budaya target yang dapat dikaitkan dengan budaya siswa. Walau demikian, banyak pengajar yang mengabaikan lagu sebagai sarana pembelajaran bahasa karena mereka menganggap lagu tidak relevan, tidak penting, menghabiskan waktu atau tidak sesuai untuk siswa dari segi usia dan tingkat kemahiran bahasa. Di dalam sesi ini, berbagai aspek yang perlu diperhatikan dalam memilih dan menggunakan lagu otentik untuk pembelajaran bahasa Inggris akan dibahas. Peserta akan memperoleh informasi mengenai sumber-sumber bahan ajar yang dapat mereka gunakan di kelas mereka. Berbagai kegiatan yang mendukung pembelajaran bahasa dan pemahaman antarbudaya juga akan dijelaskan dan diperagakan secara singkat.

 

Metafora dan Pengajaran 

Hera Meganova Lyra, Cece Sobarna, Fatimah Djadjasudarma, Gugun Gunardi

Departemen Linguistik Fakultas Ilmu Budaya – Universitas Padjadjaran

hera.meganova.lyra@unpad.ac.id

Abstrak

 

Tulisan ini mendeskripsikan manfaat metafora dalam pengajaran. Metafora mampu membantu menjelaskan konsep-konsep yang belum memasyarakat. Menyertakan metafora dalam strategi belajar merupakan suatu hal yang efektif. Metafora dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir dan memahami suatu konsep yang belum akrab dengan dunianya. Teori yang digunakan adalah  metafora orientasional semantik kognitif Lakoff dan Johnson (1980) yang dipadupadankan dengan  Saeed (2003).

 

Kata kunci: metafora, pengajaran, dan semantik kognitif

 

Pembelajaran Repetitif sebagai Strategi Pemerolehan Kemahiran

Membaca dan Menulis Aksara Kanji bagi Pembelajar Tingkat Madya

 

Himawan Pratama

Program Studi Jepang

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

himawan.pratama@gmail.com, himawan@ui.ac.id

Abstrak

 

Dalam pembelajaran bahasa Jepang tingkat madya, pembelajaran aksara kanji merupakan bagian dari metode pengayaan kosakata. Melalui pembelajaran kanji, pembelajar tidak hanya diharapkan mampu membaca dan menulis kanji dengan baik, namun juga dapat memperkaya perbendaharaan kosakata sehingga kemahiran berbahasa Jepang secara umum pun meningkat. Meski demikian, sesuai dengan tingkat pembelajarannya, kosakata kanji yang dipelajari pada tingkat madya terkadang adalah kosakata yang belum tentu terkait langsung dengan kehidupan atau minat studi pembelajar. Kurangnya keterkaitan antara kanji yang dipelajari dengan kehidupan maupun minat tersebut merupakan salah satu hal yang berpotensi menyebabkan sulit tercapainya pemerolehan bahasa.

Dengan mempertimbangakan potensi kesulitan di atas, maka diperlukan strategi pengajaran yang dapat “mengakrabkan” para pembelajar bahasa Jepang tingkat madya dengan kosakata kanji yang dipelajari. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memunculkan kosakata kanji tersebut secara repetitif (berulang-ulang) dalam konteks, dan melatih cara baca serta penulisannya secara kontinyu. Strategi demikian telah diujicobakan kepada mahasiswa mata kuliah Bahasa Jepang VI Semester Genap 2016/2017 Program Studi Jepang FIB UI. Dalam strategi pengajaran ini, mahasiswa diminta untuk membaca serta menulis kanji secara repetitif. Instrumen asesmen yang digunakan adalah tes yang diberikan secara berkala dengan media e-learning maupun tatap muka. Penelitian ini merupakan evaluasi dari strategi pengajaran kanji tersebut.

 

Kata kunci       : Aksara kanji, pembelajaran repetitif, tingkat madya

 

 

Film dalam Pembelajaran Empat Keterampilan Berbahasa Indonesia Mahasiswa BIPA

Ilmatus Sa’diyah

Universitas Indonesia

Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)

ilmatussadiyah@gmail.com

Abstrak

 

Pembelajaran bahasa terdiri atas empat keterampilan berbahasa, yaitu membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Selain keempat keterampilan berbahasa tersebut juga terdapat dua unsur kebahasaan yang perlu diajarkan, yaitu kosakata dan tata bahasa. Kosakata dan tata bahasa diajarkan secara terintegratif atau tidak langsung dalam keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa yang diajarkan dengan pendekatan komunikatif membutuhkan keberadaan materi autentik. Materi tersebut digunakan sebagai penunjang kompetensi komunikatif siswa terhadap bahasa target yang dipelajari. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka terhadap keberadaan film dalam pembelajaran bahasa kedua atau asing. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perbedaan fungsi film sebagai materi autentik atau media pembelajaran, mendeskripsikan kelebihan dan kekurangan film sebagai materi autentik, dan mendeskripsikan penerapan film dalam keterampilan berbahasa pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA). Penelitian ini menghasilkan teknik menerapkan materi autentik berupa film dalam pembelajaran di kelas. Teknik ini dapat digunakan secara langsung atau diadaptasi oleh guru BIPA. Teknik telah disesuaikan dengan kebutuhan materi autentik pada tiap-tiap keterampilan berbahasa.

 

Kata kunci: film, materi autentik, keterampilan berbahasa, bahasa Indonesia, BIPA.

 

Penggunaan Prinsip-Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Berbasis Tugas (Task based) untuk Meningkatkan Kemampuan Bahasa Inggris

Ina yanti

Abstrak

Pembelajaran dan Pengajaran berbasis tugas saat ini telah dianggap sebagai pendekatan yang efektif untuk meningkatkan kemampuan pemelajar khususnya dalam pembelajaran dan pengajaran bahasa Inggris. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi seberapa jauh: (1) Tugas dapat mempengaruhi pembelajaran dan pengajaran bahasa Inggris, (2) input yang diterima oleh pemelajar dari kegiatan penyelesaian tugas dapat mempengaruhi ketercapaian tujuan program pembelajaran bahasa Inggris, dan (3) produk yaitu jenis tugas (Task based) yang dapat digunakan di dalam proses pembelajaran bahasa. Penelitian ini adalah penelitian evaluasi dengan pendekatan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang sedang diteliti. Informasi diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, tesis dan disertasi, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain. Hasil penelitian pada studi ini menunjukkan bahwa penggunaan prinsip pembelajaran dan pengajaran berbasis tugas dipengaruhi oleh kegiatan guru dalam pemberian tugas, kegiatan pemelajar dalam menyelesaikan tugas, serta input yang didapat pemelajar dari jenis tugas yang diberikan termasuk dalam kategori cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris pemelajar.

Kata Kunci: teaching, learning, task based language teaching (TBLT), input

 

Rubrik Penilaian Karangan Mahasiswa PS Sastra Jerman FIB UI

dan Peserta Kursus Kelas Bahasa Jerman LBI UI

 

Julia Wulandari – Petra D. Ajeng K.R

Program Studi Sastra Jerman FIB UI – Lembaga Bahasa Internasional UI

julia.wulandari@gmail.com – kenyo.rhinjandini@gmail.com

Abstrak

Menulis adalah salah satu dari kemahiran bahasa yang dilatih, diuji, dan dinilai. Seringkali, pengajar menemui kesulitan terutama dalam melakukan penilaian karena tidak mudah membuat kriteria penilaian yang objektif, valid, dan reliabel. Untuk itu dibutuhkan rubrik penilaian yang sesuai dengan standar, misalnya penilaian Kemahiran Bahasa Jerman menurut Kesepakatan Uni Eropa untuk Jenjang Kompetensi Bahasa (Gemeinsamer Europäischer Referenzrahmen/GeR). Dalam penelitian ini, penulis mengangkat masalah penelitian mengenai kriteria penilaian seperti apa yang muncul dalam rubrik penilaian sesuai GeR dan apakah rubrik penilaian itu sesuai dengan tujuan pembelajaran bagi mahasiswa Sastra Jerman dan peserta kursus Bahasa Jerman LBI UI dan dapat diterapkan. Tujuan penelitian adalah untuk membuat rubrik penilaian yang mencakup kriteria penilaian yang sesuai dengan GeR dan untuk mengevaluasi apakah rubrik penilaian itu sesuai dengan tujuan pembelajaran bagi mahasiswa Sastra Jerman dan peserta kursus Bahasa Jerman LBI UI dan dapat diterapkan. Dalam merumuskan dan menguji kesesuaian rubrik penilaian ini digunakan metode penelitian kualitatif dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk membuat rubrik penilaian yang mengandung nilai objektivitas, validitas, dan reliabilitas diperlukan kriteria penilaian yang sesuai standar GeR dan tujuan pembelajaran.

Kata Kunci: Kemahiran, Menulis, Rubrik Penilaian, Kriteria Penilaian, Kesepakatan Uni Eropa

 

Peningkatan Kompetensi Antarbudaya dalam Pembelajaran Kosakata Bahasa Jerman melalui Metode Student Centered Learning: Studi Kasus pada Mata Kuliah Grundkurs Deutsch

Kamelia Gantrisia

Dian Ekawati

Genita Cansrina

Program Studi Sastra Jerman Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran

E-mail: g.cansrina@unpad.ac.id

Abstrak

Sejalan dengan tumbuhnya perubahan dari pandangan hidup masyarakat lokal ke masyarakat global, maka terjadi pula perubahan paradigma dalam dunia pendidikan abad ke-21. Mengacu pada empat pilar yang telah dicanangkan oleh UNESCO pada tahun 1998, maka perubahan paradigma pendidikan di lingkungan pendidikan tinggi mengarah pada learning to know, learning to do, learning to live together, (with other), dan learning throughout live. Dengan demikian, terjadi pula perubahan dalam pola pembelajaran di lingkungan pendidikan tinggi, yang semula terpusat pada Teacher Centered Learning ke arah Student Centered Learning. Dalam makalah yang berjudul ”Peningkatan Kompetensi Antarbudaya dalam Pembelajaran Kosakata Bahasa Jerman melalui Metode Student Centered Learning: Studi Kasus pada Mata Kuliah Grundkurs Deutsch” ini dilakukan studi tentang pemanfaatan secara maksimal metode pembelajaran yang terpusat pada mahasiswa (Student Centered Learning). Di dalamnya akan diidentifikasi ragam metode Student Centered Learning yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kosakata bahasa Jerman dan dikaji perannya dalam meningkatkan kompetensi antarbudaya.

 

Kata kunci: kompetensi antarbudaya, Student Centered Learning, kosakata, bahasa Jerman, bahasa Indonesia

 

Peningkatan Kompetensi Berbicara Dalam Bahasa Jerman

Melalui Role-Play & Simulation

 

Kamelia Gantrisia, M. Hum.

Damayanti Priatin, M.Hum.

Dr. Dian Indira

Program Studi Sastra Jerman Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran

E-mail: k.gantrisia@unpad.ac.id

Abstrak

Salah satu tujuan utama dalam pembelajaran bahasa asing adalah kemampuan untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan pengguna bahasa sasaran. Demikian pula halnya dengan pembelajaran bahasa Jerman di Program Studi Sastra Jerman Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. Kemampuan berbicara merupakan satu dari empat kompetensi utama yang mutlak harus dikuasai oleh mahasiswa. Dalam kenyataannya, mahasiswa memiliki sedikit kesempatan untuk mempraktikannya. Oleh karenanya, pengajar dituntut untuk senantiasa menerapkan dan mengembangkan teknik-teknik baru, agar mahasiswa dapat meningkatkan kemahiran berbicaranya.

Makalah yang berjudul ”Peningkatan Kompetensi Berbicara dalam Bahasa Jerman melalui Role-Play & Simulation” ini merupakan penerapan dan pengembangan konsep role-play & simulation untuk mata kuliah kemahiran berbicara, yaitu Mündlicher Ausdruck I. Tujuan dari riset ini adalah untuk mengidentifikasi metode role-play & simulation yang dapat diterapkan dan dikembangkan untuk mata kuliah ini dan mengkaji perannya dalam meningkatkan kompetensi berbicara mahasiswa di dalam dan di luar kelas. Hasil riset ini diharapkan dapat menjadi model dan diterapkan serta dikembangkan pada mata kuliah-mata kuliah lainnya.

Kata kunci: kompetensi berbicara, Role-Play & Simulation, bahasa Jerman sebagai bahasa asing

 

Pembelajaran Menyimak Bahasa Jepang Madya:

Penggunaan Bahan Ajar Non Autentik dan Bahan Autentik

Lea Santiar

Program Studi Jepang FIB UI

lsantiar@yahoo.com

Abstrak

 

Keterampilan menyimak sangat menentukan keberhasilan dalam berkomunikasi lisan maupun dalam melakukan kegiatan berbahasa lisan reseptif.  Pada pembelajaran bahasa Jepang madya semester ini, diadakan pembelajaran menyimak lisan menggunakan buku ajar non autentik dan bahan autentik berupa rekaman audio visual.

Penelitian ini dilakukan untuk mengamati proses pembelajaran menyimak lisan yang  menggunakan kedua jenis bahan ajar tersebut.  Pertanyaannya adalah, apakah pembelajaran menggunakan bahan ajar non autentik membantu meningkatkan keterampilan menyimak siswa ketika menyimak menggunaka bahan autentik? Bagaimana pembelajaran menggunakan bahan non autentik dapat meningkatkan kemahiran menyimak bahan audio autentik.  Penelitian ini melibatkan 60 orang mahasiswa yang terbagi dalam tiga kelas yang menggunakan metode pembelajaran menyimak berbeda-beda.  Dari hasil penelitian ini, diharapkan akan diperoleh informasi awal mengenai bagaimana pengajar menggunakan bahan ajar non autentik dan autentik, serta bagaimana model pembelajaran menyimak lisan tingkat madya menggunakan bahan non autentik dapat menjembatani kemahiran menyimak bahan audio autentik.  Sebagai luarannya adalah pembelajar yang mahir menyimak ketika dihadapkan pada materi audio autentik.

 

Kata kunci: menyimak, bahasa Jepang  madya,  bahan ajar autentik, bahan ajar non autentik, model pembelajaran.

 

 

Promoting Critical Literacy Approach Through American Literature Analysis

 

Lisa Armelia

Full Time Lecturer at Muhammadiyah University Tangerang, Faculty of Teachers’ Training and Pedagogy, English Department

Abstrak

 

It is an essential factor to promote English literature-like English language-as socio-cultural practice where students are introduced to the cultural products, practices and processes. In the broadest sense, literature reflects particular ideology and power relations in different society. Therefore, there are many approaches proposed to teach literature. However, Critical Literacy Approach from ILTLP (One of Australian Government Quality Teacher Programme) is one of the most effective approaches due to its briliantly matching strategy between the pragmatic skill and text analysis skill. The pragmatic skill empowers students to encode or decode successfully, as well as having the necessary background knowledge to make meaning of a text. Furthermore, it helps students know  how to use language appropriately based on the model they have read from the literature; in the right place, at the right time, with the right kind of performance.  This skill leads students to the competency in dealing with text genre, the core element  of an approach to be able to work with text. Meanwhile, text analysis skill enables students to interrogate the text through reading between the lines, asking critical questions which identify the intention, purpose and strategies employed by texts. In this study, the researcher uses short stories and playwrights written by American writers such as William Faulkner, Edgar Allan Poe, Dan Brown, John Green and Woody Allen. This study indicates a meaningful connection between Critical Literacy Approach and intercultural language learning.

 

Analisis Penggunaan Jedah, Pengisi Jedah, Pengulangan Kata dan Ungkapan Tambahan Pada Keterampilan Berbicara:

Studi Kasus Mahasiswa Semester I Universitas X

 

Megawati

Mahasiswi Pascasarjana Linguistik

Universitas Indonesia, Depok

 

Abstrak

Jedah, pengisi jedah, pengulangan kata dan ungkapan tambahan kerapkali terjadi dalam tuturan sebagai tanda ketidaklancaran penutur dalam berbicara. Beberapa ahli seperti Swann dalam Spolsky (1999: 200) mengatakan bahwa kemampuan verbal perempuan lebih baik daripada laki-laki. Dan pada tes kemampuan verbal ditemukan bahwa anak perempuan mendapatkan hasil lebih baik daripada anak laki-laki yang ditandai dengan tingginya frekuensi tanda-tanda ketidaklancaran tersebut. Penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu untuk menganalisis frekuensi penggunaan jedah, pengisi jedah, pengulangan kata dan ungkapan tambahan dalam kelas keterampilan berbicara dan untuk mengetahui apakah faktor gender memengaruhi penggunaan bentuk-bentuk ketidaklancaran diatas. Objek penelitiannya adalah satu mahasiswa dan satu mahasiswi dari 37 mahasiswa/i yang ada yang dipilih secara acak di Universitas X. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengambilan data dilakukan dengan rekaman video yang diambil dari hasil Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS). Dalam dua ujian tersebut, mereka diminta untuk menceritakan gambar berseri di depan kelas yang diberikan oleh pengajar pada saat ujian secara spontan. Data dianalisis dengan mentranskrip percakapan dan mengklasifikasikan bentuk-bentuk ketidaklancaran yaitu jedah, pengisi jedah, pengulangan kata dan ungkapan tambahan. Adapun hasil keseluruhan menunjukkan bahwa mahasiswa lebih banyak menggunakan bentuk-bentuk ketidaklancaran dalam tuturan daripada mahasiswi yang diteliti.

Kata kunci: jedah, pengisi jedah, pengulangan kata, ungkapan tambahan, ketidaklancaran dan gender.

 

Ethic and Emic Approach in Foreign Language Teaching

Jenny M.T. Hardjatno

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

Abstrak

Language and culture are two sides of the same coin. They are very closely connected with each other.  In teaching foreign languages, ​​the role of cultural understanding of the target language is of great importance, since by not knowing of the culture of the language, the communication would not be effective. Herein lies the importance of intercultural competence because in addition to understanding our own culture, we must also understand the culture of the target language. “Intercultural competence is the ability to develop targeted knowledge, skills and attitudes that lead to visible behaviour and communication that are both effective and appropriate in intercultural interactions.” (Deardorff, 2006).

This paper would describe intercultural understanding in the teaching of foreign languages ​​with ethic and emic approaches, an approach which usually found in anthropology, developed by Pike (1967). Ethic is a view in understanding the culture from outside of the cultural system while Emic is a view of the cultural system itself. From these two approaches, it could generate an intercultural competency so that cultural understanding of the target language, the differences between culture, the appreciation of the uniqueness of the other cultures and effective communication with people of different cultural backgrounds could be obtained.

 

Keywords: ethic, emic, intercultural competence, effective communication

 

 

Pembelajaran “ Kalimat dalam Bahasa Jepang” Berbasis Peta Konsep dalam Upaya Pemahaman Struktur dan Maknanya

Nani Sunarni, Nandang Rahmat, Isye Herawati

Universitas Padjadjaran

nani_sunarni@yahoo.com

Abstrak

 

Bahasa selain memiliki keuniversalan juga memiliki karakteristik masing-masing. Bahasa Indonesia memiliki struktur S-P-O, sementara bahasa Jepang memiliki struktur S-O-P. Selain berstruktur S-O-P, di dalam kalimatnya memerlukan sisipan-sisipan yang berupa konjungsi atau partikel-partikel yang berfungsi memberikan makna secara gramatikal.   Karena perbedaan tersebut pemahaman linguistik khususnya dalam pemahaman terhadap kalimat bahasa Indonesia bagi pembelajar bahasa Jepang yang berbahasa ibu bahasa Indonesia bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu diperlukan metode dan teknik pembelajaran dengan materi kalimat dalam bahasa Jepang yang efektif dan efisien. Peta konsep yang memetakan  kalimat –kalimat dalam bahasa Jepang dianggap cukup praktis dan memudahkan dalam memahami materi khususnya materi tentang kalimat dalam bahasa Jepang. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan.  Penelitian ini merupakan penelitian tindakan ( action research) dengan sasaran mahasiswa yang mengambil pengutamaan linguistik. Penelitian ini, dilakukan berdasarkan pandangan Ginanto (2011).

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai prototype metode pembelajaran  linguistic khususnya materi tentang kalimat dalam bahasa Jepang.

Kata kunci: bahasa Jepang, kalimat, linguistik, penelitian tindakan

 

Kemampuan Memindai Teks Cerita dalam Pengajaran Bahasa

Nanny Sri Lestari

(FIB UI)

nanny-sl@ui.ac.id / pbintangpagi@gmail.com

Abstrak

 

Bagi masyarakat Indonesia saat ini membaca adalah kegiatan rutin. Disebut kegiatan rutin karena hampir seluruh masyarakat di Indonesia dapat dikatakan dapat membaca. Persoalannya apakah mereka mengerti  apa yang mereka baca? Pertanyaan ini menjadi teka-teki yang besar. Kondisi inilah yang mendorong saya untuk melakukan penelitian. Dalam pengajaran bahasa membaca adalah salah salah satu kegiatan yang harus dilakukan, dari sekian banyak kegiatan belajar bahasa.

Tujuan penelitian saya adalah mendapatkan jawaban secara acak seberapa banyak masyarakat yang membaca tersebut mengerti isi teks yang mereka baca? Setelah itu dengan cara kualitatif saya mencoba memahami mengapa kondisi ini dapat terjadi?

Dari hasil sampel acak yang saya sebarkan ternyata,  saya temukan di lapangan, amper 50% orang yang membaca sebuah teks tidak mengerti apa yang dibacanya. Kemudian saya berusaha menelusuri kondisi tersebut.

Dalam mengajar bahasa pendekatan yang saya lakukan pendekatan budaya. Teks yang dibaca harus diberi muatan budaya yang transparan. Membuat teks yang diberi muatan budaya yang transparan memang tidah mudah. Tetapi ini adalah titik yang dapat menggali rasa ingin tahu  seorang pembaca.

Dengan cara ini diharapkan pembaca teks dapat aktif bertanya. Di sisi lain pengajar bahasa wajib menggali dan menuntun rasa ingin tahu pembaca sehingga dapat meningkatkan  rasa ingin tahu dan meningkatkan pemahaman pembaca teks tersebut. Cara ini memang tidak mudah tetapi saya sudah mencoba dan banyak kemudahan sekaligus kesulitan yang saya hadapi, tapi tetap menyenangkan.

 

Kata kunci : bahasa, budaya, pengajaran, teks

 

Ungkapan Perasaan dalam Bahasa Rusia

 

Nia Kurnia Sofiah

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

niadee@gmail.com

Abstrak

Bahasa menunjukkan bangsa. Ungkapan ini sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana karakter suatu bangsa dapat diketahui melalui bahasanya. Hal ini juga tercermin dalam bahasa Rusia. Dalam pengungkapan perasaan, penggunaan pronomina dan kata benda, termasuk nama di dalamnya, didominasi oleh kasus datif dan bukan nominatif. Kasus datif yang bukan berfungsi sebagai subyek dalam bahasa Rusia menunjukkan bahwa untuk  pengungkapan perasaan dalam bahasa Rusia bukan individu pelaku yang menjadi fokus utamanya namun perasaan itu sendiri yang diungkapkan dalam bentuk keterangan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat Rusia sebagai pemilik bahasa Rusia tidak menonjolkan sisi individu pelaku dalam pengungkapan perasaan. Karena individu pelaku bukan merupakan fokus utama maka ini menunjukkan juga bahwa bangsa Rusia bukan menitikberatkan pada individu-individu tetapi kelompok. Hal lain yang juga terungkap adalah penulisan pronomina orang pertama я (ja) ‘saya’ hanya ditulis dengan huruf kapital apabila menjadi pembuka kalimat. Sekali lagi ini menunjukkan bahwa dalam bahasa Rusia, individu bukan menjadi fokus utama. Data yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah karya Lev Tolstoj yang berjudul Смерть Ивана Ильича (Smert’ Ivana Il’icha) ‘Kematian Ivan Il’ich’.

 

Kata Kunci: Bahasa Rusia, Ungkapan Perasaan, Datif, Lev Tolstoj dan Novel Kematian Ivan Il’ich.

 

 

Upaya Menumbuhkan Kesantunan Berbahasa

melalui Pembelajaran Berbasis Customer Service

Study Kasus Pada Mahasiswa D3 Teknologi Labor Medik

Semester IV Stikes Perintis Padang

 

Nova Mustika

STIKes Perintis Padang

nova_mustika1188@yahoo.com

 

Abstrak

 

Di dalam menjalani kehidupan, manusia tidak akan pernah bisa terlepas dari bahasa. Hal ini disebabkan karena bahasa merupakan alat yang sangat penting didalam menyampaikan ide, pikiran, serta hasrat manusia demi mencapai tujuan yang diharapkan. Setiap mahasiswa seharusnya memiliki kesantunan dalam berbahasa, Dengan model pembelajaran customer service kesantunan berbahasa mahasiswa dapat ditumbuhkan. Pembelajaran customer service merupakan pengadaptasian dari model pembelajaran service learning, yaitu pembelajaran lapangan yang dikemukakan John Dewey. Pembelajaran ini melatih siswa memiliki pengetahuan tentang situasi nyata dalam masyarakat dan kemampuan untuk mengatasinya, serta untuk membentuk karakter terutama agar mereka memiliki kesadaran berbela rasa atau peduli terhadap kaum lemah dan tersisihkan (preferential option for the poor). Model ini dirancang salah satunya untuk kegiatan pembelajaran pada praktek bahasa Inggris. Mahasiswa STIKes Perintis tingkat 2 semester IV ini dituntut untuk aktif dalam kegiatan praktek. Mahasiswa diminta untuk berdiskusi dan saling Tanya jawab dalam praktek tersebut. Pembelajaran praktek bahasa Inggris ini berbasis customer service yang bertujuan melatih kepedulian siswa dalam membantu temannya dengan memberikan pelayanan yang baik dan menggunakan bahasa yang santun kepada orang lain yang mengajukan pertanyaan ataupun sanggahan. Pembelajaran berbasis customer service atau service learning memiliki pengaruh positif yang menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis service learning, akan menumbuhkan rasa kesantunan berbahasa dalam proses pembelajaran.

 

Kata kunci: Kesantunan, berbahasa, pembelajaran, customer service.

 

 

Latar Belakang Budaya dan Pendidikan pada Gaya Belajar Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Mandarin Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta

Rizky Wardhani

Universitas Negeri Jakarta

rizkywar0711@gmail.com

Abstrak

 

Penguasaan bahasa Mandarin yang baik sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan pendidikan para pembelajar.  Ketika pertama kali pembelajar mempelajari bahasa Mandarin maka latar belakang budaya dan pendidikan ini akan terbawa dalam gaya belajar pembelajar. Dalam hal ini diperlukan suatu pemahaman budaya yang dikenal dengan istilah “Intercultural Competence”. Apabila hasil penguasaan 4 keterampilan bahasa dinilai maka dapat terlihat pengaruhnya dalam capaian pembelajaran masing-masing pembelajar. Penelitian ini menggunakan penelitian survei pada ketiga angkatan mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Mandarin (PSPBM)  dari awal perkuliahan hingga tingkat ketiga. Dalam kaitannya dengan data yang dikumpulkan maka penelitian ini memperoleh data pribadi dari saringan masuk  PSPBM mencakupi latar belakang keluarga, pendidikan, budaya serta hasil evaluasi pembelajaran, dan presentasi perkuliahan selama mengikuti perkuliahan di PSPBM. Data lainnya dikumpulkan melalui wawancara, pemberian kuesioner kepada pembelajar, pengampu mata kuliah, dan pembimbing akdemik.

 

Kata kunci : intercultural competence, gaya belajar, bahasa Mandarin

 

Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Anak-Anak Indonesia:

Apakah sebagai Bahasa Pertama atau Kedua?

 

Rizma Angga Puspita

Universitas Indonesia

Abstrak

 

Di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, campur kode dan alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa merupakan hal yang biasa. Situasi kebahasaan tersebut menjadi input dalam proses pemerolehan bahasa anak. Anak-anak terpapar secara dominan terhadap bahasa Jawa dan sedikit bahasa Indonesia di lingkungan keluarga. Saat masuk sekolah, anak-anak banyak terpapar bahasa Indonesia dari sekolah. Anak-anak menjadi penutur bilingual bahasa Jawa dan Indonesia. Penulis telah melakukan penelitian pada anak sekolah dasar kelas 1-3. Penulis berperan sebagai aktor berbahasa Indonesia dan meminta mereka bercerita. Hasil penelitian menunjukkan adanya interferensi bahasa Jawa pada tuturan narasi bahasa Indonesia mereka. Interferensi morfologis dan leksikal berkurang seiring bertambahnya usia, tetapi interferensi fonologis tetap. Makalah ini bertujuan untuk membahas pengajaran bahasa Indonesia di sekolah. Masalah yang akan dibahas ialah apakah bahasa Indonesia adalah bahasa kedua anak atau bahasa yang pertama yang diperoleh bersamaan dengan bahasa Jawa. Selain itu, terkait dengan pengajaran bahasa, makalah ini akan menguraikan bagaimana bahasa Indonesia diajarkan selama ini, apakah sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua.

Kata Kunci: bahasa pertama, bahasa kedua, bilingual, interferensi, pemerolehan bahasa, pengajaran bahasa, interferensi.

 

Aspek Interkultural dalam Pengajaran Bahasa Jerman di Prodi Jerman

Sally Pattinasarany

(s_pattinasarany@yahoo.com)

Abstrak

 

Kesalahanpahaman sering kali muncul jika orang dengan latar belakang yang berbeda-beda saling berkomunikasi. Dalam pengajaran bahasa asing, hal ini dapat diminimalisir dengan pengenalan aspek budaya (interkultural). Oleh karena itu, pengajaran bahasa harus memasukkan aspek budaya.

Pengajar merupakan “jembatan” yang dapat menjembatani mahasiswa dalam pemahaman perbedaan budaya tersebut. Oleh karena itu, pengajar harus menekankan aspek budaya pada saat mengajarkan bahasa asing, seperti cara berinteraksi dengan orang Jerman dan budaya Jerman. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan media  ekstra dalam pengajaran.

Di Program Studi Jerman, buku pelajaran yang kami gunakan cukup banyak memperkenalkan adat istiadat dan budaya Jerman. Akan tetapi, para pengajar harus memberikan lebih dari yang tertulis di buku pelajaran tersebut. Pengajar harus menggunakan berbagai media agar mahasiswa Indonesia bisa mengerti apa yang dimaksud dengan sebuah kata atau peristiwa yang bernuansa budaya.

Penjembatanan ini dapat dilakukan dengan cara membuat dialog, bermain peran, menonton film, mendengarkan lagu-lagu yang mengandung aspek budaya Jerman sehingga suasana kelas lebih dinamis.

Dalam makalah ini, saya juga akan memaparkan latihan-latihan yang diberikan, serta tes dan ujian yang diberikan untuk memperluas wawasan mahasiswa yang belajar bahasa Jerman.

Kata kunci: pengajaran bahasa Jerman, interkultural, media, latihan, tes

 

Assessing Intercultural Competence: Is it Even Possible?

 

Santi B. Lestari

Lembaga Bahasa Internasional Universitas Indonesia

Abstrak

 

The integration of intercultural competence in foreign language teaching is gaining importance, as the use of foreign languages in communication is essentially intercultural. Following this increasing significance, it is only logical that assessing intercultural competence becomes unquestionably imperative. Learners need feedback not only on how their language skills have developed but also on whether or not they can fully function when communicating in the target language. Additionally, if intercultural competence is not assessed, it tends to be overlooked in teaching. However, the question remains as to how to assess intercultural competence or whether it is even possible.

 

This talk presents the constructs of intercultural competence, i.e. the sub-competences that intercultural competence encompasses. It then discusses ways of eliciting these competences, i.e. various possible methods and tasks and criteria used to evaluate the methods and tasks. Real examples of assessment procedures and tasks will be discussed. It will end by presenting some lingering issues pertinent to assessing intercultural competences, which can then serve as potential research avenues.

 

Keywords: intercultural competence, intercultural communicative competence, assessing intercultural competence, language testing and assessment

 

Aspek Afektif dalam Pengajaran Bahasa Asing

 

Sonya P. Suganda

Departmen Linguistik, FIB UI

sonya.puspa@gmail.com

Abstrak

 

Sejarah metode pengajaran bahasa asing yang dimulai dari abad 19 telah menunjukkan bahwa sedianya pengajaran bahasa asing dipandang sebagai proses yang mengasah kemampuan kognitif. Pada saat itu, bahasa asing diajarkan dengan menggunakan grammar translation methods. Sesuai dengan namanya, metode ini memfokuskan pada pengajaran tata bahasa, dan latihan-latihannya didominasi oleh latihan penerjemahan. Di masa itu, siswa Jerman yang duduk di Gymnasium (setingkat SMU) harus mempelajari matematika dan bahasa asing. Keduanya dipandang sebagai sarana untuk melatih kemampuan logika.

Pada tahun 1970an muncul pendekatan baru dalam pengajaran bahasa asing, yaitu ancangan komunikatif. Metode ini bersandar pada perspektif pragmatik, bahwa tujuan utama mempelajari bahasa asing adalah agar dapat berkomunikasi dalam percakapan sehari-hari. Di tahun 1980an, ancangan ini kemudian diperluas lagi dengan menambahkan kompetensi interkultural sebagai tolak ukur penguasaan bahasa asing yang mumpuni.

Kompetensi interkultural ini sangat relevan untuk diajarkan kepada siswa, karena mempelajari bahasa asing tentunya juga berarti mempelajari kebudayaan masyarakat pendukung bahasa itu.  Oleh karena itu, dibutuhkan media atau latihan-latihan yang tidak saja mewakili kebudayaan bahasa asing itu, tetapi juga dapat menyentuh aspek afektif siswa agar mereka semakin tertarik untuk mempelajari bahasa asing tersebut.

Makalah ini membahas dua latihan yang digunakan dalam pengajaran bahasa Jerman sebagai bahasa asing, yaitu puisi dan kontes “kata terindah dalam bahasa Jerman” (das schönste deutsche Lieblingswort)”. Tidak dapat dipungkiri bahwa aspek afektif juga sangat penting untuk  turut diasah dalam proses pengajaran bahasa asing. Dengan latihan-latihan seperti ini, siswa diharapkan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap bahasa yang sedang dipelajari sehingga hasil pengajaran bahasa asing yang lebih baik dapat lebih mudah tercapai.

 

 

Kata kunci: afektif, sikap (attitude/Einstellung), buku ajar, puisi, das schönste deutsche Wort.

 

 

Skala Implikasional dan Basantara Belanda-Indonesia

 

Sugeng Riyanto dan Wagiati

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran

sugeng.riyanto@unpad.ac.id; wagiati@unpad.ac.id

 

Abstrak

 

Skala implikasional bagai jendela bagi perkembangan basantara (interlanguage) yang mencerminkan pergulatan minda pelajar bahasa kedua. Skala implikasional berisikan kolom-kolom. Kolom bawah mengimplikasikan kolom di atasnya. Yang bawah merupakan syarat untuk yang di atasnya. Jika kolom atas terisi tanda “+” (yang berarti konstruksi yang dimaksud dikuasai), kolom-kolom di bawahnya juga harus terisi “+”. Skala implikasional dengan demikian dapat digunakan untuk memprakirakan penguasaan suatu konstruksi. Penelitian ini berancangan kualitatif. Informan merupakan pelajar bahasa Belanda sebagai bahasa kedua. Data dikumpulkan dari tes percakapan. Data berupa kalimat. Teori Keterprosesan, teori yang digunakan dalam penelitian ini misalnya, menggunakan skala implikasional dalam menyajikan hasil penelitiannya. Konstruksi basantara Belanda-Indonesia (V-akhir ‘verba pada akhir kalimat), sebagai contoh, merupakan konstruksi yang paling sulit diproses dibandingkan konstruksi yang di bawahnya sehingga, jika konstruksi itu berisi tanda “+”, dapat diprakirakan bahwa semua kolom di bawahnya juga akan terisi tanda “+”. Hasil penelitian membuktikan bahwa skala implikasional dapat menjadi petunjuk tentang penguasan sintaksis basantara Belanda-Indonesia berkenaan dengan konstruksi Adv (bentuk awal dari konstruksi inversi), konstruksi Sep (inkorporasi), kontsruksi inversi, dan konstruksi verba di akhir.

Kata kunci: skala iplikasional, basantara, Teori Keterprosesan, bahasa kedua

 

Pembelajaran Bahasa Jerman Melalui Video untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

dan Memperkenalkan Budaya Jerman

Vini Risma Khairani Tjakrawadhana

Program Studi Pascasarjana Linguistik – Pengajaran Bahasa

Universitas Indonesia

E-mail : vinirisma.khairani@gmail.com

 

Abstrak

Motivasi merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembelajaran bahasa asing. Motivasi dapat ditingkatkan melalui berbagai aktivitas pembelajaran di dalam kelas,salah satunya ialah dengan cara menggunakan alat bantu video sehingga proses pembelajaran tidak berjalan monoton. Selain itu, guru juga dapat mengkolaborasikan pengajaran bahasa dan budaya dalam proses pembelajaran di dalam kelas sehingga murid  dapat mengenal lebih jauh mengenai budaya dari bahasa target yang dipelajari. Penelitian ini  bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh alat bantu video terhadap motivasi belajar murid dalam proses pembelajaran bahasa Jerman dan bagaimana video dapat menjadi salah satu media yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan mengenai budaya Jerman. Video yang akan digunakan sebagai bahan bantu ajar merupakan dua buah video dari serangkaian video yang diperuntukkan bagi para pemelajar bahasa Jerman khususnya di tingkat A2 yang diambil dari sebuah website bernama www.dw.com. Metode penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deksriptif kualitatif. Sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu mahasiswi yang mempelajari bahasa Jerman. Data dikumpulkan melalui observasi dan kuesioner.

Kata kunci : motivasi, alat bantu video, pengajaran bahasa dan budaya

 

Indexical and Iconic Signs in Audiovisual Methods

for Assessing Intercultural Competence in

Teaching CCU (Cross Cultural Understanding)

 

Vera Yulia Harmayanthi

Doctoral Program of Linguistics Department

Indonesia University, Depok

verayulia@yahoo.com

Abstrak

 

Modern communication in word globalization of many activities, such as: business meeting, public relation in joint ventures, expanded tourism, and etc are presented to bind interaction to foreigners of multiple countries. Those situations are required the understanding of knowledge, skills and attitude between them. They are standing in the cultural domain in foreign language learning. Students in high level education, especially in university level need to be though the materials which able to develop the cross cultural understanding in appropriated method. Audiovisual methods are the method in teaching to create learning experiences memorable which use such materials via sound and image, instead of text. It is particularly practiced in teaching foreign language. Presences of indexical and iconic signs in audiovisual methods are important to show out intercultural competence of students in CCU. It is being an assessment of them. Research of this study was qualitative which applying Peirce theory as part of semiotic analysis. Objective of this research was to find out the indexical and iconic signs in cross cultural domain of students’ understanding. The data were obtained from English practices of students’ creativities using communication technology tools at STKIP Kusumanegara, Jakarta in 2017. The results of this research find some indexical and iconic signs in assessment of students’ knowledge, skills and attitude to understand cross cultural language.

 

 

Keywords:   indexical and iconic signs, audiovisual methods, assessing intercultural competence, Cross Cultural Understanding

Pengembangan Model Pembelajaran Bahasa Arab Online  Berbasis Learning Management System (LMS) pada Program Studi Sastra Arab Universitas Hasanuddin

Yusring Sanusi B.

Universitas Hasanuddin

yusring@unhas.ac.id

Abstrak

 

Tujuan penelitian adalah: 1) Memaparkan kondisi aktual pembelajaran bahasa Arab pada Program Studi Sastra Arab Universitas Hasanuddin, 2) Memaparkan model pengembangan pembelajaran bahasa Arab online berbasis Learning Management System (LMS) pada Program Studi Sastra Arab Universitas Hasanuddin (UNHAS), dan 3) Memetakan bentuk implementasi model pembelajaran bahasa Arab online berbasis LMS pada Prodi Sastra Arab UNHAS.

Penelitian ini tergolong positivistik dengan pendekatan linguistik terapan dan komputerisasinya (applied and computational linguistic). Peneliti menggunakan metode research and development (R & D). Metode ini memerlukan beberapa tahapan mulai dari analisis kebutuhan, desain model, pengembangan model, evaluasi formatif, dan produk akhir. Metode pengumpulan data bersifat gabungan antara kuantitatif dan kualitatif. Partisipan mengisi kuesioner yang dibuat pada Google Document. Kuesioner ini memakai skala 1-5 dan berbasis pada Technology Acceptance Model (TAM). Penelitian ini menggunakan validasi ahli teknologi pembelajaran, ahli dan praktisi e-learning serta ahli instruksional pembelajaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Kondisi pembelajaran bahasa Arab online berbasis LMS pada Prodi Sastra Arab UNHAS mendukung untuk diterapkan, 2) Model pembelajaran bahasa Arab online berbasis LMS ini dikembangkan sesuai kebutuhan pengguna LMS, khususnya dari sisi instruksi bahasa Arab dan tampilannya, dan 3) Model pembelajaran bahasa Arab online berbasis LMS di Program Studi Sastra Arab UNHAS sangat berterima.

 

Kata kunci: LMS, TAM, R & D, Model Pembelajaran Online

 

 

We usually reply with 24 hours except for weekends. All emails are kept confidential and we do not spam in any ways.

Thank you for contacting us :)

Enter a Name

Enter a valid Email

Message cannot be empty